Kamis, 06 Februari 2014

Ketika mereka (Bapak dan Ibu) semakin bertambah usianya...


Renungkan Lah Cerita Ini… Dan Jangan Abaikan !!!!

Anakku,, ketika aku semakin tua, aku berharap kamu memahami dan memiliki kesabaran untukku. Suatu ketika aku memecahkan piring, atau di atas meja, karena penglihatanku berkurang aku harap kamu tidak memarahiku.

Orang tua itu sensitif. Selalu merasa bersalah saat kamu berteriak. Ketika pendengaranku semakin memburuk dan aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakana, aku harap kamu tidak memanggilku “Tuli!”. Mohon ulangi apa yang kamu katakan atau menuliskannya.
Maaf anakku, aku semakin tua. Ketika lututku mulai lemah, aku harap kamu memiliki kesabarab untuk membantuku bangun, seperti bagaimana aku selalu membantu kamu saat kamu masih kecil, untuk belajar berjalan.

Aku mohon jangan bosan denganku ketika aku terus mengulangi apa yang ku katakana, seperti kaset rusak, aku harap kamu terus mendengarkan aku. Tolong jangan mengejekku, atau bosan mendengarkanku.
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil dan kamu ingin sebuah balon? Kamu mengulangi apa yang kamu mau berulang-ulang sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Maafkan juga bauku. Tercium seperti orang yang sudah tua. Aku mohon jangan memaksaku untuk mandi. Tubuhku lemah. Orang tua mudah sakit karena mereka rentan terhadap dingin. Aku harap, aku tidak terlihat kotor bagimu. Apakah kamu ingat, ketika kamu masih

Dan jika kamu memiliki waktu luang, aku harap kita bisa berbicara bahkan untuk beberapa menit. Aku selalu sendiri sepanjang waktu dan tidak memiliki seseorangpun untuk diajak bicara. Aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaan. Bahkan jika kamu tidak tertarik pada ceritaku, aku mohon berikan aku waktu untuk bersamamu. Apakah kamu ingat, ketika kamu masih kecil ?? Aku selalu mendengarkan apapun yang kamu ceritakan tentang mainanmu.

Ketika saatnya tiba dan aku hanya bisa berbaring, sakit dan sakit. Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku. Maaf kalau aku sengaja mengompol atau membuat berantakan. Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku selama beberapa saat terakhir dalam hidupku. Aku mungkin tidak akan bertahan lebih lama.

Ketika waktu kematianku datang, aku harap kamu memegang tanganku dan memberikanku kekuatan untuk menghadapi kematian. Dan jangan khawatir ketika aku bertemu dengan Sang Pencipta, aku akan berbisik pada-Nya untuk selalu memberikan berkah padamu karena kamu mencintai ibu dan ayahmu.
Terima kasih atas segala perhatianmu nak. Kami mencintaimu dengan kasih yang berlimpah Ibu dan Ayah.

JIKA KALIAN MENYAYANGI ORANG TUA MU ,, BUAT LAH TERSEYUM SEBELUM NANTI KALIAN MENYESAL !!!!

Sumber : http://habaget.com/sayangilah-orang-tuamu/

Selasa, 04 Februari 2014

Belajar dari Kegagalan Lincoln



Sebagian dari permainan hidup adalah keberhasilan dan kegagalan datang silih berganti. Keduanya hampir setiap saat menguntit hidup kita kapan dan di mana pun. Hampir tidak ada seorang pun yang tidak bertemu muka dengan salah satu dari keduanya.
 
Pergilirannya hanya soal siapa yang lebih dulu dan belakangan dalam perjumpaan. Mana yang lebih banyak dan lebih sedikit dirasakan. Atau kadarnya yang dimaknai berbeda antara satu orang dengan yang lain.

Banyak orang yang sabar ketika disentuh kegagalan dan menjadi lupa diri di saat keberhasilan diraihnya. Ada pula yang justru menjadi penyabar di saat meraih sukses dan menjadi rapuh seiring dengan kegagalannya.

Sementara tidak sedikit yang sanggup tetap sabar di saat ia mengecap manisnya keberhasilan maupun saat menelan kepahitan hidup karena dihempas keterpurukan nasib. Tinggal satu kemungkinan yang paling rendah kadarnya, yakni orang yang tidak memiliki kesabaran sedikitpun baik saat ia sejahtera dalam keberhasilan  maupun saat sengsara dalam “kesialan” nasib.


Mengapa bisa demikian?

Dalam satu perspektif, semuanya kembali pada seberapa besar seseorang memahami keduanya dalam bingkai intensitas keberagamaannya. Apalagi bila diformulasikan dalam dimensi iman yang kadang yazid dan kadang pula yanqush.

Lebih menukik pula, bahwa iman terletak di dasar hati yang dalam bahasa Arab disebut dengan qalb. Qalb makna dasarnya seperti kata para pakar bahasa Arab berarti “bolak-balik”. Makanya menjadi dapat dimengerti mengapa iman kadang gemuk kadang pula kurus, sebagaimana sipat qalb yang tidak konstan.


Soal iman dan kedalaman hati banyak terkait juga soal resistensi. Ada orang yang memiliki resistensi yang sangat sensitif dalam menyikapi segala persoalan, adapula yang biasa-biasa saja bahkan sama sekali tidak memiliki daya respon yang memadai.


Apabila tolok ukurnya adalah iman yang ideal, maka risistensi dan rerspons atau setiap persoalan akan sesuai dengan proporsi sebagaimana agama mengajarkan. Hampir dimafhum, bagi yang beriman, kegagalan dan keberhasilan disikapi sama dalam proporsinya.

Ketika ia sumringah dalam bunga-bunga keberhasilan, ia tidak lupa diri, tidak menepuk dada dan tidak berkacak pinggang. Tidak. Tetapi dimaknainya sebagai sebuah siklus kehidapan yang kapan saja dapat berubah ke arah sebaliknya. Nah, sebelum keberhasilan itu berganti kegagalan dan keterpurukan, seorang muslim segera meresponsnya dengan bersyukur dan memanfaatkan keberhasilannya itu di jalan Tuhan.


Lalu apabila kegagalan tengah menghampirinya, segera ia sadar bahwa ia tengah diuji kadar imannya. Maka responnya semakin mendekat kepada-Nya dengan memohon kesabaran dan ampunan. Dalam konteks ini, pesan Tuhan bahwa “kehidupan dan kematian sebagai sarana ujian siapa yang terbaik amalnya di antara mereka”, benar-benar dibuktikan.


Lain halnya yang terjadi pada si pemilik iman dan hati yang rapuh. Saat mendapat kebahagiaan dia rapuh. Saat kegagalan dialami bahkan lebih rapuh.


Kerapuhan saat keberhasilan ia genggam ditandai dengan antusiasme respon yang merusak. Menjadi lupa diri, menepuk dada dan berkacak pinggang. Seluruh waktunya dibuat pesta. Setiap sisi hidupnya adalah tawa dan kebanggaan.


Dunia seolah-olah milikinya yang utuh. Sampai ia lupa, bahwa pesta pasti berakhir. Ia menjadi jauh dengan kebajikan karena posisi Tuhan telah tergantikan oleh kesenangan dan hawa nafsu.


Ketika kemujuran berada di puncak, maka secara logika tidak akan ada lagi tangga yang mengantarkan siapa pun ke tempat yang lebih tinggi. Tetapi, stag berada di puncak atau turun perlahan atau jatuh terjungkal tragis menyakitkan.


Di saat orang itu terlena dengan kilauan duniawi, ia sama sekali tidak menduga bahwa ia akan tersungkur. Pada saat kehancuran yang tiba-tiba datang menimpanya, membuatnya terbelalak tak percaya. Ketidakpercayaan ini kemudian menggiringnya pada dua kemungkinan respon; kembali pada Tuhan dan menyadari kelalaiannya atau frustasi hilang semangat hidupnya.


Dengan kasat mata dapat diraba, orang yang pertama adalah type orang yang butuh Tuhan di saat kepepet dan dilupakan di saat lapang, entah di balik yang kasat itu. Sedangkan yang kedua adalah manusia tragis, sebab kalau tidak semakin jauh dari Tuhan, kemungkinan “gila” bisa jadi mengakhiri hidupnya dengan cara tercela. Nau’dzubillah.


Pendek kata, kegagalan dan keberhasilan hidup seperti kurikulum belajar. Ada yang menjadi lebih cerdas, biasa saja atau malah tidak sanggup menangkap esensi dari karakter yang hendak dibangunnya. Kegagalan dan keberhasilan sebenarnya hanya bagian dari cara Tuhan untuk menguji siapa di antara manusia yang lulus di medan hidup dalam relasi antara Khaliq dengan makhluk.


Agak sedikit riskan, kalau seorang muslim kalah dalam pertarungan soal gagal-berhasil. Apa yang harus kita katakan bila membaca riwayat Abraham Lincoln (1809–1865) yang non-muslim itu?


Presiden ke-16 Amerika yang memiliki banyak kelemahan dan pribadi yang dikenal sebagai tokoh dengan segudang kegagalan. Lihatlah rekor kegagalannya di bawah ini :

1830 gagal dan bangkrut dalam usaha bisnisnya.

1832 gagal dalam pemilihan wakil rakyat

1834 gagal lagi dalam usaha dagangnya

1835 isterinya sakit ingatan dan meninggal dunia

1835 gagal dalam meraih kursi presiden

1843 gagal meraih kursi kongres

1846 gagal lagi meraih kursi kongres

1849 gagal terpilih menjadi menteri pertahanan

1856 gagal meraih kursi senat

1856 gagal sebagai calon wakil presiden

1858 gagal lagi merebut kursi senat

1860 berhasil menjadi presiden


Seorang muslim harus lebih tegar dibandingkan Lincoln karena imannya mengajarkan keteguhan sebab ia memiliki senjata lengkap untuk bertarung di medan hidup di balik strategi imannya; syukur, sabar, qona’ah dan tawakkal.


Maka bercerminlah jangan semata-mata pada Lincoln, tetapi kepada para Nabi, para siddiqien, syuhada, para sahabat, tabi’in dan salafussalih.

Allahu a’lam.


sumber:  
http://www.eramuslim.com/coach-corner/self-motivation/belajar-dari-kegagalan lincoln.htm#.UvGIE0q5goM